Generasi Z dikenal sebagai generasi digital native, tapi faktanya literasi digital mereka di Indonesia hanya 62%, terendah di kawasan ASEAN. Angka ini menunjukkan betapa besar celah penipuan yang bisa masuk: mulai dari pinjaman online ilegal, investasi bodong, hingga kebocoran data pribadi. Pertanyaannya: bagaimana Gen Z bisa melindungi diri di tengah derasnya arus digital?
Literasi Digital Gen Z Indonesia Paling Rendah di ASEAN
Laporan terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada September 2025 mengungkapkan data yang cukup mengejutkan: tingkat literasi digital generasi Z di Indonesia tercatat hanya 62%, angka yang paling rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.
Negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam sudah mencatat literasi digital Gen Z di atas 70%. Hal ini membuat Indonesia tertinggal dalam kesiapan menghadapi ekosistem digital yang semakin kompleks. Ironisnya, generasi Z justru merupakan kelompok yang paling banyak menghabiskan waktu di internet. Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), lebih dari 90% Gen Z mengakses internet setiap hari.
Dampak Literasi Digital Rendah terhadap Gen Z
Fenomena rendahnya literasi digital tidak bisa dipandang sebelah mata. Ada beberapa dampak nyata yang sudah terlihat di masyarakat:
- Meningkatnya Korban Penipuan Digital
Kominfo mencatat, aduan masyarakat terkait penipuan online meningkat hingga 30% dalam kurun setahun terakhir. Penipuan investasi kripto bodong, phishing lewat email, hingga tautan palsu di media sosial menjadi modus yang sering menjerat anak muda. - Paparan pada Pinjaman Online Ilegal
Data dari Satgas Waspada Investasi menunjukkan ribuan aplikasi pinjol ilegal masih beredar. Banyak Gen Z yang tidak melakukan pengecekan legalitas, dan akhirnya menjadi korban jeratan bunga tinggi, intimidasi, hingga penyebaran data pribadi. - Kebocoran Identitas dan Data Pribadi
Banyak anak muda yang tanpa sadar membagikan data pribadi seperti foto KTP, selfie, nomor rekening, atau bahkan password. Padahal, data-data ini bisa dijual di forum gelap (dark web) dan dimanfaatkan untuk tindak kriminal. - Turunnya Kepercayaan terhadap Ekonomi Digital
Rendahnya literasi juga berpengaruh pada ekosistem digital secara umum. Ketika banyak korban penipuan, tingkat kepercayaan publik terhadap platform digital dan fintech ikut menurun.
Faktor Penyebab: Kenapa Literasi Digital Gen Z Rendah?
Beberapa faktor utama yang menjelaskan mengapa literasi digital generasi Z masih rendah di Indonesia antara lain:
- Kurangnya edukasi literasi sejak dini → Akses internet memang luas, tapi pengetahuan keamanan digital belum diajarkan secara konsisten di sekolah maupun perguruan tinggi.
- Kebiasaan konsumsi konten instan → Gen Z lebih suka video singkat, meme, atau berita cepat. Akibatnya, pemahaman mendalam tentang keamanan digital tidak banyak terserap.
- Overconfidence → Banyak Gen Z merasa sudah “pintar teknologi” hanya karena terbiasa dengan media sosial. Namun, kenyataannya pemahaman soal enkripsi, privasi, dan legalitas aplikasi masih sangat minim.
- Kurangnya regulasi ketat → Walau ada regulasi perlindungan data, praktik pengawasan masih lemah sehingga banyak platform tidak memiliki standar keamanan tinggi.
Studi Kasus: Gen Z dan Maraknya Penipuan Digital
Beberapa kasus nyata memperlihatkan betapa rapuhnya perlindungan Gen Z di ruang digital:
- Kasus Phishing di Media Sosial
Banyak akun palsu menawarkan hadiah, diskon, atau pekerjaan instan. Dengan literasi digital rendah, banyak anak muda yang tergiur dan akhirnya memberikan data pribadi. - Kasus Data Bocor Pinjol Ilegal
Tidak sedikit aplikasi pinjol ilegal yang mengakses seluruh kontak telepon pengguna. Akibatnya, bukan hanya peminjam yang jadi korban, tetapi juga teman dan keluarga mereka. - Kasus Investasi Bodong
Investasi dengan janji return tinggi dalam waktu singkat masih banyak beredar. Minimnya pemahaman tentang literasi keuangan digital membuat Gen Z mudah percaya.
Solusi: Perlu Edukasi, Regulasi, dan Teknologi Pendukung
Untuk mengatasi masalah literasi digital rendah, diperlukan strategi jangka panjang:
- Edukasi Literasi Digital yang Konsisten
Pemerintah, kampus, dan komunitas perlu rutin mengadakan program literasi digital. Misalnya, workshop tentang keamanan data, cara mengenali website resmi, hingga penggunaan aplikasi verifikasi. - Peran Perusahaan Teknologi
Perusahaan digital wajib melengkapi layanan dengan fitur keamanan tambahan seperti verifikasi dua langkah, enkripsi data, dan sistem tanda tangan digital yang terintegrasi. - Kesadaran Individu Gen Z
Pada level individu, Gen Z harus lebih kritis. Jangan asal klik link, selalu cek legalitas aplikasi di OJK, dan jangan sembarangan membagikan data pribadi. - Pemanfaatan Solusi Digital Modern
Teknologi keamanan digital seperti Beeza dapat menjadi solusi jangka panjang. Dengan sistem verifikasi otomatis, bisnis maupun individu bisa lebih terlindungi dari risiko manipulasi identitas.
Beeza: Solusi Aman untuk Verifikasi Digital
Di tengah maraknya ancaman penipuan, solusi teknologi menjadi kunci. Salah satunya adalah Beeza (beeza.id), platform verifikasi digital yang dirancang untuk memberikan keamanan sekaligus efisiensi.
Beeza menawarkan fitur:
- e-KYC (electronic Know Your Customer) untuk verifikasi cepat dan akurat.
- Face Match & Liveness Detection agar identitas tidak bisa dipalsukan dengan foto statis.
- Tanda Tangan Digital yang sah secara hukum.
- Autentikasi Dokumen untuk mencegah manipulasi.
Bagi Gen Z, fitur-fitur ini membantu melindungi data pribadi dari penyalahgunaan. Bagi bisnis, Beeza memastikan proses onboarding pengguna lebih cepat, aman, dan terpercaya.
Kesimpulan: Literasi Digital Harus Jadi Prioritas
Rendahnya literasi digital Gen Z di Indonesia adalah tantangan besar. Jika dibiarkan, generasi ini akan terus menjadi sasaran empuk kejahatan digital. Namun, dengan edukasi yang lebih masif, regulasi ketat, serta pemanfaatan solusi digital aman seperti Beeza, risiko Jangan biarkan identitas Anda disalahgunakan. Lindungi diri Anda dengan teknologi verifikasi digital yang cepat, aman, dan terpercaya bersama Beeza.